Berbicara tentang Inggris, ingatan saya langsung terbang
melayang ke romantisme masa kecil di dekade 90an. Tidak hanya sekedar tumbuh
sebagai seorang anak yang mendapat perhatian dari orang tua, tetapi juga
sebagai individu yang terpengaruh dengan konten tontonan yang banyak memberikan
dampak positif dalam hidup saya sampai saat ini.
Anekdot yang berkata “Anak
90an dengan televisi merupakan sahabat karib” itu nyata terbukti pada saya. Televisi
merupakan jendela informasi terbaik bagi saya untuk mengetahui bahwa ada negara
bernama Inggris di Eropa nun jauh di sana yang memberikan banyak keceriaan
melalui perilaku para pesohornya.
Sepakbola Liga Inggris, komedi segar a ‘la Mr. Bean, sosok
yang menginspirasi seperti Lady Diana, serta musik yang brilian dari Lennon-McCartney-Harrison-Starr
adalah sebagian souvenir yang diberikan Inggris kepada dunia. Tetapi bagi saya, ada satu souvenir yang paling indah di
antara semua itu. Sepakbola Liga Inggris mempertemukan saya dengan cinta
pertama dalam hidup: Manchester United FC.
Awalnya sederhana.
Final Piala FA 1996.
Wembley Stadium, London.
Manchester United vs Liverpool.
Pertandingan berjalan dengan ketat sampai ketika di menit 85
seorang Raja dari Prancis, Eric Cantona, dengan kaki kanannya mencetak gol semata
wayang kemenangan United.
Di kaki Cantona, menyanyi paduan suara para malaikat yang
melenyapkan rasa takut dan memberikan kesegaran jiwa bagi para penggemar.
Magis.
Saya yang belum genap berusia 10 tahun, hanya bisa tertegun
kagum melihat luapan kegembiraan Eric Cantona dan rekan-rekannya mengangkat
tropi Piala FA. Ada impian yang timbul dalam jiwa kanak-kanak saya ketika
melihat perayaan juara United.
Dalam sekejap David Beckham, Peter Schmeichael, Paul
Scholes, Ryan Giggs menjadi pahlawan dalam hidup saya. Manager United, Sir Alex
Ferguson, seketika seperti menjadi figur ayah tidak hanya bagi para pemainnya
di lapangan, tetapi juga bagi saya dan jutaan fans United lainnya di seluruh
dunia.
Sir Alex Ferguson adalah sosok profesional dengan etika
kerja yang luar biasa. Sosok yang selalu datang paling awal ke tempat latihan
di Carrington dan juga pulang paling akhir setelah menjalankan tugas
manajerial. Tindak tanduk Ferguson yang tegas terhadap para pemainnya
ketika United didera kekalahan, melindungi para pemainnya dari kritikan media
yang kejam, dan juga lembut terhadap para anak asuhnya ketika sedang dirundung
rasa frustasi dalam meniti karir di Old Trafford. Segala perilaku Sir Alex Ferguson tersebut adalah
pengejawantahan esensi kehidupan: Berikanlah yang terbaik di dalam tiap detik
kehidupan maka seluruh dunia akan terinspirasi.
Para pahlawan yang menginspirasi dari kota Manchester itu terpisah
ribuan kilometer jauhnya dari tempat saya tinggal di Jakarta, tetapi emosi dan
perjuangan yang mereka rasakan kala bertarung di lapangan hijau sangat nyata nuansanya.
Ada rasa getir ketika United tumbang di Anfield melawan rival abadi Liverpool.
Ada rasa gundah ketika Jose Mourinho bersama Chelsea tidak
pernah dikalahkan United di Stamford Bridge.
Ada tangis gembira ketika Robin van Persie dapat mencetak
gol kemenangan United melawan City kala menit akhir di Etihad
Stadium.
Ada pengharapan tercipta kala meneriakkan chant dukungan: “U-N-I-T-E-D. United Are
The Team For Me!”
Mendukung Manchester United berarti mempercayai bahwa mukjizat
itu nyata.
Percaya di final Liga Champions 1999 bahwa setelah
tertinggal 1 gol dalam 90 menit, United akan membalikkan keadaan dengan mencetak 2 gol dalam 112 detik di injury time.
Percaya di final Liga Champions 2008 bahwa seorang legenda
seperti John Terry bisa terpleset kala mengambil penalti penentuan Chelsea, United
akan membalikkan keadaan dengan menjadi
juara di momen sudden-death.
Percaya bahwa ada spirit dalam hidup ini yang dapat membuat
suatu hal yang mustahil menjadi tidak mustahil.
Spirit yang membuat manusia akan mampu keluar dari krisis
apa pun yang menghantam, asalkan kita mau menerima dan membiarkan spirit itu
mengalir memberi kekuatan di kalbu yang terdalam.
Dan…
Inggris adalah tanah impian tempat dimana spirit itu
bertumbuh dalam jiwa saya.
Datang ke tanah Inggris merupakan suatu perwujudan nyata
dalam menselebrasikan kehidupan:
Mewujudkan impian masa kanak-kanak
Tidak sekedar melalui televisi belaka.
Tetapi melalui interaksi nyata dan personal dengan penduduknya secara langsung.
Tidak hanya menjadi angan-angan dalam batin saja,
Tetapi melalui senda gurau mengenang pengalaman masa kecil selama
perjalanan menyusuri kota-kota bersejarah di Inggris.
Mengenang prosesi pemakaman Lady Diana yang syahdu di Westminster
Abbey.
Mengenang penampilan ikonik Rowan Atkinson ketika
menggunting kumis seorang Royal Guard di Buckingham Palace.
Mengenang revolusi musik dunia yang bermuara pada 4 sosok jenius
dari kota Liverpool di Beatles Museum.
Serta,
Mengenang dan mempertahankan selama mungkin jiwa kanak-kanak
yang tersemat dalam diri saya. Seorang anak dengan sebuah pengharapan: Hidup
dalam sebuah keajaiban dunia bernama Manchester United di Old Trafford.
Jakarta, 31 Mei 2014
#InggrisGratis
Me and The Savory SMAX Balls + The Sweet SMAX Cippy |