28 April 2009

kenapa harus "menyerah" jika ada kata "berjuang" di dalam kamus?

"We all have our time machines, don't we. Those that take us back are memories... And those that carry us forward, are dreams"
(quotes taken from: The Time Machine, 2002)

Bagi saya pribadi, kalimat diatas merupakan sebuah jalinan kata yang bermakna amat kuat. Saya disadarkan bahwa apa yang sudah saya perbuat di masa lalu hanya bisa saya kenang saja, kenangan itulah pengejawantahan "mesin waktu" kita ke masa lalu dan saya (termasuk kita semua) tentunya punya mimpi dan harapan. Mimpi dan harapan inilah yang menjadi semacam "mesin waktu" bagi kita menuju masa depan. Tentunya mimpi dan harapan ini harus kita usahakan menjadi nyata semampu kita.

"bagaimana jika kita mempunyai mimpi dan harapan, akan tetapi seakan-akan dalam waktu sekejap *wham* kita divonis untuk tidak bisa melanjutkan mimpi dan harapan itu?"

Dalam sekejap yang memenuhi pikiran saya adalah puluhan, bahkan ratusan kalimat bijak yang pada intinya kalimat itu seolah mempunyai mulut dan berbisik lagi kepada sanubari saya mengucapkan penggalan kata yang dikandungnya:

"Sabar..segala yang terjadi ini adalah rencana dari Yang Maha Kuasa. Hendaknya kamu tetap kuat dan jangan jatuh dalam menghadapi cobaan."

"Dit, ini masih belum rezeki untuk kamu. Tetap pertahankan mimpi dan harapan kamu, karena kelak mungkin di suatu waktu yang lain rezeki ini akan datang menghampirimu"

...dan bermacam-macam kalimat bijak lainnya...

Saat ini saya merasakan bahwa mimpi dan harapan itu akan/sedang/sudah menjauh dari saya. Saya berada dalam posisi dimana pada akhirnya sekeras dan sehebat apapun perjuangan yang akan saya lakukan, pada akhirnya perjuangan ini sekedar tak lebih dari kehampaan belaka.

Apakah benar ini semua akan jadi suatu yang hampa?
Pengalaman membujuk saya untuk berkaca. Hasil yang saya harapkan sebuah kebahagiaan memang tidak saya dapatkan, alih-alih rasa pahit dari kekalahan yang saya rasakan. Akan tetapi dibalik rasa pahit itu, terkandung proses pembelajaran.
Terkadang untuk mencapai keadaan ideal yang saya impikan, saya harus mengalami sakit yang teramat sangat.

Harus tahu rasanya ditolak
Harus tahu rasanya diacuhkan
Harus tahu rasanya sebenarnya saya ini pilihan yang salah

.Saya ini ternyata tempat yang salah untuk saling berbagi.

Dan untuk mencapai kata "ternyata", dibutuhkan waktu yang lama.
Dimana waktu itu dengan indahnya (atau kejamnya?) menumbuhkan segala impian dan harapan
yang pada akhirnya hanya menjadi sebuah satir tersendiri.

Lalu sampailah saya di persimpangan.
Di persimpangan tersebut ada petunjuk ke berbagai macam haluan.
Tetapi saya tahu, hanya ada 2 muara dari berbagai macam haluan tersebut.
Saya tahu saya sedang dihadapkan kedalam 2 pilihan:
Engkau memutuskan untuk berjuang menuju muara impian dan harapan awal, dimana perjalanan menuju muara tersebut penuh duri tajam serta onak duri dan tidak menutup kemungkinan akan terus melukaimu?
atau
Engkau memutuskan untuk menyerah menuju impian dan harapan awal sehingga engkau akan berpaling menuju muara impian dan harapan yang baru, dimana impian dan harapan baru itu tidak bisa menyamai hebatnya impian serta harapan yang lama?

Naif memang jika mengatakan impian serta harapan yang baru tidak bisa menyamai hebatnya impian serta harapan yang lama. Akan tetapi, esensi utama dari semua ini adalah "berjuang".

Saya memutuskan untuk terus berjuang mencapai muara impian dan harapan awal. Saya tahu dalam perjalanan meraih harapan ini, saya sebenarnya sudah divonis saat ini tidak akan berhasil. Saat ini tidak akan bisa. Saat ini bukan saya...

Akan tetapi kata "Saat ini" adalah "Saat ini"
Saya menolak jika "Saat ini" disamakan dengan "Masa mendatang"
Saya menolak vonis "Tidak bisa" karena saya tahu "Saya bisa"

Saya menolak "menyerah" karena saya tahu ada kata "berjuang"

"menyerah" berarti pasrah akan nasibnya, tidak melawan, mengaku kalah.
"berjuang" berarti berusaha sekuat tenaga untuk meraih sesuatu.

Dunia boleh tertawa karena saya memilih untuk berjuang.
Dunia mungkin tidak habis pikir karena saya tidak kunjung untuk menyerah.
Tapi,
Dunia harus tahu bahwa setiap perjuangan yang saya lakukan tidak berlandaskan rasa egoisme.

Suatu saat nanti (pastinya bukan saat ini), saya berjanji untuk memenuhi segala impian dan harapan awal saya.

Tapi, apakah Dunia mau menunggu suatu saat nanti?


Saya masih percaya dan tetap akan percaya, suatu saat nanti Dunia dapat melihat kesungguhan dan keteguhan hati saya.

Maka,
Sekarang saya harus terus percaya bahwa setiap perjuangan saya akan mampu memeluk lelah, keringat, sakit, acuhan, penolakan.....

Pada akhirnya,

Saya tidak akan pernah melupakan masa lalu saya, karena dari masa lalu itu saya sekarang mempunyai harapan dan impian.

dan dengan harapan dan impian tersebut,

Saya akan berjuang menunggu suatu saat nanti Dunia akan berkata kepadaku: "engkau dahulu mungkin membuatku resah dan gundah, tetapi aku percaya ke depannya engkau akan dapat menenangkanku."


-terima kasih kepada Dunia yang terus memberi inspirasi bagiku untuk terus berjuang. Dunia telah salah jika berpikir aku menyerah!-







2 komentar:

Chekka Cuomova mengatakan...

great post with a good point! go mbaheee!!

Tendy Saktyaji mengatakan...

saya setuju!

kenapa banyak orang yg nyerah wisuda Juli, kalo tanggal ngumpulin draft aja belom lewat! cupu!